Memahami Serat Darmagandhul dan karya-karya leluhur kita dibutuhkan
kearifan dan toleransi yang tinggi, karena mengandung nilai kawruh Jawa
yang sangat tinggi. Jika belum matang beragama maka akan muncul sentimen
terhadap agama lain. Tentu ini tidak kita kehendaki. Tiada maksud lain
dari saya kecuali hanya ingin mengungkap fakta dan membedah warisan
leluhur dari pendekatan spiritual dan historis.
Dalam serat Darmagandhul ini saya hanya ingin menyoroti ucapan-ucapan
penting pada pertemuan antara Sunan Kalijaga, Prabu Brawijaya dan Sabdo
Palon di Blambangan. Pertemuan ini terjadi ketika Sunan Kalijaga
mencari dan menemukan Prabu Brawijaya yang tengah lari ke Blambangan
untuk meminta bantuan bala tentara dari kerajaan di Bali dan Cina untuk
memukul balik serangan putranya, Raden Patah yang telah menghancurkan
Majapahit. Namun hal ini bisa dicegah oleh Sunan Kalijaga dan akhirnya
Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Karena Sabdo Palon tidak bersedia
masuk agama Islam atas ajakan Prabu Brawijaya, maka mereka berpisah.
Sebelum perpisahan terjadi ada baiknya kita cermati ucapan-ucapan
berikut ini :
”Paduka sampun kêlajêng kêlorob, karsa dados jawan, irib-iriban,
rêmên manut nunut-nunut, tanpa guna kula êmong, kula wirang dhatêng bumi
langit, wirang momong tiyang cabluk, kula badhe pados momongan ingkang
mripat satunggal, botên rêmên momong paduka. … Manawi paduka botên
pitados, kang kasêbut ing pikêkah Jawi, nama Manik Maya, punika kula,
ingkang jasa kawah wedang sanginggiling rêdi rêdi Mahmeru punika sadaya
kula, …”
- ”Paduka sudah terlanjur terperosok, mau jadi orang jawan (kehilangan jawa-nya), kearab-araban, hanya ikut-ikutan, tidak ada gunanya saya asuh, saya malu kepada bumi dan langit, malu mengasuh orang tolol, saya mau mencari asuhan yang bermata satu (memiliki prinsip/aqidah yang kuat), tidak senang mengasuh paduka. … Kalau paduka tidak percaya, yang disebut dalam ajaran Jawa, nama Manik Maya itu saya, yang membuat kawah air panas di atas gunung itu semua adalah saya, …”
Ucapan Sabdo Palon ini menyatakan bahwa dia sangat malu kepada bumi
dan langit dengan keputusan Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Gambaran
ini telah diungkapkan Joyoboyo pada bait 173 yang berbunyi :
”…, hiya iku momongane kaki Sabdopalon; sing wis adu wirang nanging kondhang; …”
- ”…, itulah asuhannya Sabdopalon; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur; …”.
Dalam ucapan ini pula Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah
sebenarnya yang dikatakan dalam kawruh Jawa dengan apa yang dikenal
sebagai ”Manik Maya” atau hakekat ”Semar”.
”Sabdapalon matur yen arêp misah, barêng didangu lungane mênyang
ngêndi, ature ora lunga, nanging ora manggon ing kono, mung nêtêpi
jênênge Sêmar, nglimputi salire wujud, anglela kalingan padhang. …..”
- ”Sabdo Palon menyatakan akan berpisah, begitu ditanya perginya kemana, jawabnya tidak pergi, akan tetapi tidak bertempat di situ, hanya menetapkan namanya Semar, yang meliputi segala wujud, membuatnya samar. …..”
Sekali lagi dalam ucapan ini Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah
yang bernama Semar. Bagi orang Jawa yang berpegang pada kawruh Jawa
pastilah memahami tentang apa dan bagaimana Semar. Secara ringkas dapat
dijelaskan bahwa Semar adalah merupakan utusan gaib Gusti Kang Murbeng
Dumadi (Tuhan Yang Maha Kuasa) untuk melaksanakan tugas agar manusia
selalu menyembah dan bertaqwa kepada Tuhan, selalu bersyukur dan eling
serta berjalan pada jalan kebaikan. Sebelum manusia mengenal agama,
keberadaan Semar telah ada di muka bumi. Beliau mendapat tugas khusus
dari Gusti Kang Murbeng Dumadi untuk menjaga dan memelihara bumi
Nusantara khususnya, dan jagad raya pada umumnya. Perhatikan ungkapan
Sabdo Palon berikut ini :
Sabdapalon ature sêndhu: ”Kula niki Ratu Dhang Hyang sing rumêksa
tanah Jawa. Sintên ingkang jumênêng Nata, dados momongan kula. Wiwit
saking lêluhur paduka rumiyin, Sang Wiku Manumanasa, Sakutrêm lan
Bambang Sakri, run-tumurun ngantos dumugi sapriki, kula momong pikukuh
lajêr Jawi, …..….., dumugi sapriki umur-kula sampun 2.000 langkung 3
taun, momong lajêr Jawi, botên wontên ingkang ewah agamanipun, …..”
- Sabdo Palon berkata sedih: ”Hamba ini Ratu Dhang Hyang yang menjaga
tanah Jawa. Siapa yang bertahta, menjadi asuhan hamba. Mulai dari
leluhur paduka dahulu, Sang Wiku Manumanasa, Sakutrem dan Bambang Sakri,
turun temurun sampai sekarang, hamba mengasuh keturunan raja-raja Jawa,
…..
….., sampai sekarang ini usia hamba sudah 2.000 lebih 3 tahun dalam mengasuh raja-raja Jawa, tidak ada yang berubah agamanya, …..”
Ungkapan di atas menyatakan bahwa Sabdo Palon (Semar) telah ada di
bumi Nusantara ini bahkan 525 tahun sebelum masehi jika dihitung dari
berakhirnya kekuasaan Prabu Brawijaya pada tahun 1478. Saat ini di tahun
2007, berarti usia Sabdo Palon telah mencapai 2.532 tahun. Setidaknya
perhitungan usia tersebut dapat memberikan gambaran kepada kita,
walaupun angka-angka yang menunjuk masa di dalam karya-karya leluhur
sangat toleransif sifatnya.
Di kalangan spiritualis Jawa pada umumnya, keberadaan Semar diyakini berupa ”suara tanpa rupa”. Namun secara khusus bagi yang memahami lebih dalam lagi, keberadaan Semar diyakini dengan istilah “mencolo putro, mencolo putri”,
artinya dapat mewujud dan menyamar sebagai manusia biasa dalam wujud
berlainan di setiap masa. Namun dalam perwujudannya sebagai manusia
tetap mencirikan karakter Semar sebagai sosok “Begawan atau Pandhita”.
Hal ini dapat dipahami karena dalam kawruh Jawa dikenal adanya konsep
“menitis” dan “Cokro Manggilingan”.
Dari apa yang telah disinggung di atas, kita telah sedikit memahami
bahwa Sabdo Palon sebagai pembimbing spiritual (ponokawan) Prabu
Brawijaya merupakan sosok Semar yang nyata. Menurut Sabdo Palon dalam
ungkapannya dikatakan :
”…, paduka punapa kêkilapan dhatêng nama kula Sabdapalon? Sabda
têgêsipun pamuwus, Palon: pikukuh kandhang. Naya têgêsipun ulat,
Genggong: langgêng botên ewah. Dados wicantên-kula punika, kenging
kangge pikêkah ulat pasêmoning tanah Jawi, langgêng salaminipun.”
- ”…, apakah paduka lupa terhadap nama saya Sabdo Palon? Sabda artinya kata-kata, Palon adalah kayu pengancing kandang, Naya artinya pandangan, Genggong artinya langgeng tidak berubah. Jadi ucapan hamba itu berlaku sebagai pedoman hidup di tanah Jawa, langgeng selamanya.”
Seperti halnya Semar telah banyak dikenal sebagai pamomong sejati
yang selalu mengingatkan bilamana yang di”emong”nya salah jalan, salah
berpikir atau salah dalam perbuatan, terlebih apabila melanggar
ketentuan-ketentuan Tuhan Yang Maha Esa. Semar selalu memberikan
piwulangnya untuk bagaimana berbudi pekerti luhur selagi hidup di dunia
fana ini sebagai bekal untuk perjalanan panjang berikutnya nanti.
Jadi Semar merupakan pamomong yang ”tut wuri handayani”, menjadi
tempat bertanya karena pengetahuan dan kemampuannya sangat luas, serta
memiliki sifat yang bijaksana dan rendah hati juga waskitho (ngerti sakdurunge winarah).
Semua yang disabdakan Semar tidak pernah berupa ”perintah untuk
melakukan” tetapi lebih kepada ”bagaimana sebaiknya melakukan”. Semua
keputusan yang akan diambil diserahkan semuanya kepada ”majikan”nya.
Semar atau Kaki Semar sendiri memiliki 110 nama, diantaranya adalah Ki
Sabdopalon, Sang Hyang Ismoyo, Ki Bodronoyo, dan lain-lain.
Di dalam Serat Darmogandhul diceritakan episode perpisahan antara
Sabdo Palon dengan Prabu Brawijaya karena perbedaan prinsip. Sebelum
berpisah Sabdo Palon menyatakan kekecewaannya dengan sabda-sabda yang
mengandung prediksi tentang sosok masa depan yang diharapkannya. Berikut
ungkapan-ungkapan itu :
”….. Paduka yêktos, manawi sampun santun agami Islam, nilar agami
Buddha, turun paduka tamtu apês, Jawi kantun jawan, Jawinipun ical,
rêmên nunut bangsa sanes. Benjing tamtu dipunprentah dening tiyang Jawi
ingkang mangrêti.”
- ”….. Paduka perlu faham, jika sudah berganti agama Islam, meninggalkan agama Budha, keturunan Paduka akan celaka, Jawi (orang Jawa yang memahami kawruh Jawa) tinggal Jawan (kehilangan jati diri jawa-nya), Jawi-nya hilang, suka ikut-ikutan bangsa lain. Suatu saat tentu akan dipimpin oleh orang Jawa (Jawi) yang mengerti.”
”….. Sang Prabu diaturi ngyêktosi, ing besuk yen ana wong Jawa
ajênêng tuwa, agêgaman kawruh, iya iku sing diêmong Sabdapalon, wong
jawan arêp diwulang wêruha marang bênêr luput.”
- ”….. Sang Prabu diminta memahami, suatu saat nanti kalau ada orang Jawa menggunakan nama tua (sepuh), berpegang pada kawruh Jawa, yaitulah yang diasuh oleh Sabda Palon, orang Jawan (yang telah kehilangan Jawa-nya) akan diajarkan agar bisa melihat benar salahnya.”
Dari dua ungkapan di atas Sabdo Palon mengingatkan Prabu Brawijaya
bahwa suatu ketika nanti akan ada orang Jawa yang memahami kawruh Jawa (tiyang Jawi)
yang akan memimpin bumi nusantara ini. Juga dikatakan bahwa ada saat
nanti datang orang Jawa asuhan Sabdo Palon yang memakai nama sepuh/tua
(bisa jadi ”mbah”, ”aki”, ataupun ”eyang”) yang memegang teguh kawruh
Jawa akan mengajarkan dan memaparkan kebenaran dan kesalahan dari
peristiwa yang terjadi saat itu dan akibat-akibatnya dalam waktu
berjalan. Hal ini menyiratkan adanya dua sosok di dalam ungkapan Sabdo
Palon tersebut yang merupakan sabda prediksi di masa mendatang, yaitu
pemimpin yang diharapkan dan pembimbing spiritual (seorang pandhita).
Ibarat Arjuna dan Semar atau juga Prabu Parikesit dan Begawan Abhiyasa.
Lebih lanjut diceritakan :
”Sang Prabu karsane arêp ngrangkul Sabdapalon lan Nayagenggong,
nanging wong loro mau banjur musna. Sang Prabu ngungun sarta nênggak
waspa, wusana banjur ngandika marang Sunan Kalijaga: ”Ing besuk nagara
Blambangan salina jênêng nagara Banyuwangi, dadiya têngêr Sabdapalon
ênggone bali marang tanah Jawa anggawa momongane. Dene samêngko
Sabdapalon isih nglimput aneng tanah sabrang.”
- “Sang Prabu berkeinginan merangkul Sabdo Palon dan Nayagenggong, namun orang dua itu kemudian raib. Sang Prabu heran dan bingung kemudian berkata kepada Sunan Kalijaga : “Gantilah nama Blambangan menjadi Banyuwangi, jadikan ini sebagai tanda kembalinya Sabda Palon di tanah Jawa membawa asuhannya. Sekarang ini Sabdo Palon masih berkelana di tanah seberang.”
Dari kalimat ini jelas menandakan bahwa Sabdo Palon dan Prabu
Brawijaya berpisah di tempat yang sekarang bernama Banyuwangi. Tanah
seberang yang dimaksud tidak lain tidak bukan adalah Pulau Bali. Untuk
mengetahui lebih lanjut guna menguak misteri ini, ada baiknya kita kaji
sedikit tentang Ramalan Sabdo Palon berikut ini.
Sumber : http://sabdopalon.wordpress.com/menelisik-misteri-sabdo-palon/